MAKALAH
Tafsir Ayat-Ayat Ekonomi : Hutang Piutang
Dosen Pengampu : Dr.Maimuna Tuatubun
Di
Susun Oleh
EDI KUNCORO
MASNA AINEKA
JURUSAN EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
AMBON
PERIODE 2015
HUTANG PIUTANG
PENGERTIAN HUTANG PIUTANG:
Di dalam fiqih Islam, hutang piutang atau
pinjam meminjam telah dikenal dengan istilah Al-Qardh.Makna Al-Qardh secara
etimologi (bahasa) ialah Al-Qath’u yang berarti memotong.Harta yang diserahkan
kepada orang yang berhutang disebut Al-Qardh, karena merupakan potongan dari
harta orang yang memberikan hutang. Sedangkan secara terminologis (istilah
syar’i), makna Al-Qardh ialah menyerahkan harta (uang) sebagai bentuk kasih
sayang kepada siapa saja yang akan memanfaatkannya dan dia akan
mengembalikannya (pada suatu saat) sesuai dengan padanannya. Atau dengan kata
lain, Hutang Piutang adalah memberikan sesuatu yang menjadi hak milik pemberi
pinjaman kepada peminjam dengan pengembalian di kemudian hari sesuai perjanjian
dengan jumlah yang sama. Jika peminjam diberi pinjaman Rp. 1.000.000 (satu juta
rupiah) maka di masa depan si peminjam akan mengembalikan uang sejumlah satu
juta juga.
HUKUM HUTANG PIUTANG:
Hukum Hutang piutang pada asalnya
DIPERBOLEHKAN dalam syariat Islam. Bahkan orang yang memberikan hutang atau
pinjaman kepada orang lain yang sangat membutuhkan adalah hal yang DISUKAI dan
DIANJURKAN, karena di dalamnya terdapat pahala yang besar. Adapun dalil-dalil
yang menunjukkan disyariatkannya hutang piutang ialah sebagaimana berikut ini
Dalil dari Al-Qur’an adalah firman Allah
“Siapakah yang mau memberi pinjaman
kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka
Allah akan meperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang
banyak.Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezki) dan kepada-Nya-lah kamu
dikembalikan.”(QS. Al-Baqarah: 245)
PERINGATAN KERAS TENTANG HUTANG:
Dari pembahasan di atas, kita telah
mengetahui dan memahami bahwa hukum berhutang atau meminta pinjaman adalah
DIPERBOLEHKAN, dan bukanlah sesuatu yang dicela atau dibenci, karena Nabi pernah berhutang. Namun meskipun demikian,
hanya saja Islam menyuruh umatnya agar menghindari hutang semaksimal mungkin
jika ia mampu membeli dengan tunai atau tidak dalam keadaan kesempitan ekonomi.
Karena hutang, menurut Rasulullah r,
merupakan penyebab kesedihan di malam hari dan kehinaan di siang hari. Hutang
juga dapat membahayakan akhlaq, sebagaimana sabda Rasulullah (artinya):
“Sesungguhnya seseorang apabila berhutang, maka dia sering berkata lantas
berdusta, dan berjanji lantas memungkiri.” (HR. Bukhari).
‘Rasulullah
pernah menolak menshalatkan jenazah seseorang yang diketahui masih meninggalkan
hutang dan tidak meninggalkan harta untuk membayarnya.Rasulullah bersabda:
يُغْفَرُ
لِلشَّهِيدِ كُلُّ ذَنْبٍ إِلاَّ الدَّيْنَ
“Akan diampuni orang yang mati syahid semua dosanya, kecuali
hutangnya.”(HR. Muslim )
Diriwayatkan dari Tsauban, mantan budak Rasulullah, dari Rasulullah r, bahwa Beliau bersabda:
« مَنْ فَارَقَ
الرُّوحُ الْجَسَدَ وَهُوَ بَرِىءٌ مِنْ ثَلاَثٍ دَخَلَ الْجَنَّةَ مِنَ الْكِبْرِ
وَالْغُلُولِ وَالدَّيْنِ »
“Barangsiapa yang rohnya berpisah dari
jasadnya dalam keadaan terbebas dari tiga hal, niscaya masuk surga: (pertama)
bebas dari sombong, (kedua) dari khianat, dan (ketiga) dari tanggungan hutang.”
(HR. Ibnu Majah )
TAFSIR AL-BAQARAH AYAT 283
*bÎ)uróOçFZä.4n?tã9xÿyöNs9ur(#rßÉfs?$Y6Ï?%x.Ö`»ydÌsù×p|Êqç7ø)¨B(÷bÎ*sùz`ÏBr&Nä3àÒ÷èt/$VÒ÷èt/Ïjxsãù=sùÏ%©!$#z`ÏJè?øt$#¼çmtFuZ»tBr&È,Guø9ur©!$#¼çm/u3wur(#qßJçGõ3s?noy»yg¤±9$#4`tBur$ygôJçGò6tÿ¼çm¯RÎ*sùÖNÏO#uä¼çmç6ù=s%3ª!$#ur$yJÎ/tbqè=yJ÷ès?ÒOÎ=tæÇËÑÌÈ
“Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara
tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang
tanggungan yang dipegang[180] (oleh yang berpiutang). akan tetapi jika sebagian
kamu mempercayai sebagian yang lain, Maka hendaklah yang dipercayai itu
menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah
Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. dan
barangsiapa yang menyembunyikannya, Maka Sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa
hatinya; dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
(barang tanggungan
(borg) itu diadakan bila satu sama lain tidak percaya mempercayai).
Takwil ayat
Maksudnya adalah
jika kalian adalah orang-orang yang safar orang dalam perjalanan), “sedang kalian
tidak memperoleh penilis” yg menulis di antara kalian dan di peroleh
denganya perjanjian “ maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang”.
Yaitu dipegang oleh orang yang mempunyai piutang dan hendaklah surt perjanjian
itu di tangannya , sampai piutangnya diberikan kepadanya. Ayat ini menunjukkan
bahwa barang tanggungan yang tidak bisa dipegang tidak diperoleh darinya
perjanjian. Ayat ini juga menunjukkan bahwa orang yang memberi barang tangungan
dan orang yang memberi barang tanggungan jika berslisih dalam menentukan kadar
barang tanggungan maka perkataan yang dipegang adalah perkatan orang yang di
beri barang tanggungan. Sisi hal itu ketika allah mengantikan barang tanggungan
sebagai ganti dari penjanjian penulisan orang yang mempunyai piutang. Kalau
tidak ucapan orang yang diberi barang tanggungan (orang yang mempunyai piutang)
diterima dalam menentukan kadar barang tanggungan, maka tidak diperoleh makna
yang dimaksud. Karena tujuan barang tanggungan itu adalah perjanjian maka
hal itu boleh dalam keadaan menetap dan safar (berpergian). Hanyalah allah
menaskan dalam safar karena hal itu dalam persangkaan butuh padanya. Ini semua
jika pemilik piutang suka untuk menulis perjanjian piutangnya, jika piutang
percaya kepada orang yang ia hutangi dan suka bermuamalah tanpa barang
tanggungan, maka wajib atas orang yang berhutang untuk menunaikan kapadanya
secara sempurna, tanpa menzalimi orang yang punya piutang dan mengurangi
haknya.
“Dan hendakalah ia
bertakwa kepaa ALLAH rabb nya”,.Dalam menunaikan hutangnya
dan membalas dengan kebaikan orang yang berbuat baik kepadnya.“ dan
janganlah kalian para saksi menyembunyikan persaksian” karna hutang piutang
dibangun atas persaksian, tidak kokoh tanpa dia. Sehingga menyembunyikannya
adalah dosa paling besar karena hal itu meninggalkan perkara yang wajib atasnya
baik dari pengkabaran dankejujurannya. Dan Allah mengkabaran lawanya, yaitu
kedustaan, dan mengiringkan atas hal itu hilangnya hak orang yang mempunyai
piutang.Oleh karena itu Allah berfirman “barang siapa yang
menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya.Dan
Allah maha mengetahui apa yang kalian kerjakan”.
Hukum-hukum yang
baik yang allah berikan bimbingan kapada para hambaNYA ini mencakup hikmah yang
agung dan kemaslahatan yang sempurna yang menunjukan bahwa mahluk kalau
mendapat petunjuk dan bimbingan Allah, sungguh akan baik dunia mereka, karena
hal itu mencangkup keadilan dan kemaslahtan pemeliharaan hak-hak dan pemutusan
segala pertengkarang dan perselisihan, serta keteraturan perkara penghidupan.
Mak segala puji bagi allah sebagaiman seharusnya bagi Allah yang maha mulia
Wajah-Nya dan agung kekuasaan-Nya dengan pujian yang kita tidak bisa menghitung
pujian keoada-Nya.
MENURUT TARSIF AL-QODROWI
bÎ)uróOçFZä.4n?tã9xÿyöNs9ur(#rßÉfs?$Y6Ï?%x.Ö`»ydÌsù×p|Êqç7ø)¨B(÷
jika kamu
dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak
memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang).
Abu j’far berkata: ahli
qira’at berbeda dalam membacanya, semua ahli qira’at dari berbagai daerah
membacanya ,$Y6Ï?%x.. Maknaya:
kalian tidak mendapati oRang untuk menulis buku hutang yang kalian hutang
piutang sampai waktu tertentu untuk kalian, ×p|Êqç7ø)¨BÖ`»ydÌsù.
“ maka hendaklah ada barang tanggungan
yang dupegang oleh yang berpiutang”. Maka hendaklah ada Barang
tanggungan.Sekelompok orang terdahulu membacanya $Y6Ï?%x.#rßÉfs?Ns9ur.
Dengan makna: kalian tidak ada jalan
untuk menuliskan buku hutang, bisa karena tidak adanya tinta atau lembaran,
atau tidak adanya penulis, meskipun kalian menemukan tinta dan kertas/lembaran.
Jiak demikian, maka takwil
perkatanya” wahai orang yang berhutang piutang dalam berpergian dimana kalian
tidak menemukan penulis yang menulis untuk kalian dan tidak ada jalan untuk
menulis buku hutang yang kalian hutang piutangkan sampai waktu tertentu dimana
diperintahkan untuk menulis dan menyasikannya, maka gadaikanlah barang kalian
pada orang yang menghutangi kalian sampai waktu tertentuagar dia percaya pada
kalian dengan harta kalian itu.
Sebagaimana
disebutkan riwayat berikut ini.
Al musanna menceritakan kepadaku, ia berkata: ishaq menceritakan kepada
kami, ia berkata: abu zhair menceritakan kepada kami, ia berkata: dari juwaibir
dari adh-dhahak tentang firman allah:
bÎ)uróOçFZä.4n?tã9xÿyöNs9ur(#rßÉfs?$Y6Ï?%x.Ö`»ydÌsù×p|Êqç7ø)¨B(÷
jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang
kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang tanggungan
yang dipegang (oleh yang berpiutang).
Barang siapayang dalam perjalanan, lalu dia menjual sesuatu dengan tenpo
dan dia tidak mendapati seorang penulis, maka dapat diringankan untuknya
memberikan barang sebagai tangunga (jaminan) jika dia menemukan penulis, dia
tidak boleh menggadai
PENUTUP
Dalam
surat Al-Baqarah ayat 283 ini menjelaskan
di dalam bertransaksi yang tidak secara tunai di haruskan untuk
menulisnya, apabila tidak mendapati penulis dan alat tulis yang digunakan untuk
mencatat hutang, maka harus ada barang tanggugan yang diberikan kepada orang
yang memberi hutang, agar yang memberi
hutang percaya kadapa kita.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
belakang
Pada zaman rasulullah ada sebagian besar orang mengharamkan apayang
dihalalkan oleh Allah dan menghalalkan apa yang diharamkan oleh Allah. Sehingga
Allah menurunkan surat Al-an’am ayat 145. Ayat ini diturunkan karena kaum kafir
menentang Allah dengan mengharamkan yang dihalalkan Allah dan menghalalkan yang
diharamkan-Nya, maka turunlah ayat di atas untuk melawan maksud mereka,
sehingga seolah-olah Allah mengatakan.
Pada ayat ini Allah memerintahkan kepada
Rasulullah Muhammad saw. supaya mengatakan kepada kaum musyrikin yang telah
membuat-buat peraturan sendiri dan telah berdusta terhadap Allah, yaitu dengan
mengharamkan yang dihalalkan Allah dan menghalalkan yang diharamkan-Nya, maka
turunlah ayat di atas untuk melawan maksud mereka,dan mengatakan kepada
manusia lainnya bahwa dia tidak menemukan dalam wahyu yang diwahyukan kepadanya
sesuatu yang diharamkan oleh Allah memakannya. Dalam makalah ini kami akan
membahas makna mufrodat, kemudian pendapat para munfasir dari surah Al-An’am
ayat 145.
B.
Rumusan masalah
1.
Bagaimana makna mufrodat dari Qur’an surah
Al-an’am ayat 145...?
2.
Bagaimanakah pendapat para munfassir tentang
ayat 145...?
3.
Bagaimanakah Asbabunnuzulnya...?
C. Tujuan penulisan
1.
Untuk mengetahui makna mufrodat dari Al-qur’an
Surah Al-an’am ayat 145
2.
Untuk mengetahui pendapat para munfassir
tentang Surah Al-an’am ayat 145
3.
Untuk mengetahui Asbabunnuzul surah al-An’am
ayat 145
BAB II
PEMBAHASAN
BARANG-BARANG YANG
TERLARANG DIPERJUALBELIKAN
(Al-Qur’an Surah Al-An’am ayat 145)
Artinya:
“Katakanlah (wahai
Muhammad): “Aku tidak dapati dalam apa yang telah diwahyukan kepadaku, sesuatu
yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya melainkan kalau benda itu
bangkai, atau darah yang mengalir, atau daging babi karena sesungguhnya ia
adalah kotor atau sesuatu yang dilakukan secara fasik, iaitu binatang yang
disembelih atas nama yang lain dari Allah”. Kemudian sesiapa yang terpaksa
(memakannya karena terpaksa) sedang ia tidak mengingininya dan tidak melampaui
batas, maka sesungguhnya Tuhan mu Maha Pengampun, lagi Maha Mengasihani”. (QS al-an’am 145)
A.
Makna Mufrod QS. Al-An’am ayat
145
قُل لَّا أَجِدُ فِي مَا
أُوحِيَ إِلَيَّ
Katakanlah: “Tiadalah aku dapati dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku,
Ayat ini hendak memberitahu kepada kita bahwa hanya ada
beberapa perkara saja yang diharamkan untuk kita dalam pengharaman binatang
ternak. Dan yang selain dari itu semuanya dibenarkan. Ayat ini hendaklah
diselaraskan dengan hadis Nabi juga. Karena kalau salah faham, nanti ada yang
ingat hanya yang disebut dalam ayat ini saja yang haram.
Ayat ini dikeluarkan selepas disebut tentang bangsa Arab
yang mengharamkan memakan ‘binatang ternak’ yang tertentu. Oleh itu, ayat ini
berkenaan ‘binatang ternak’. Akan disebutkan nanti pengharaman yang
berkenaan binatang ternak. Jadi, konteks ayat ini adalah tentang binatang
ternak.oleh Ibnu Abbas dan Sa’id bin Jubair. Diceritakan bahwa
orang-orang jahiliyyah dahulu apabila seorang diantara mereka merasa lapar,
maka dia mengambil sebilah alat tajam yang terbuat dari tulang atau sejenisnya,
lalu digunakan untuk memotong unta atau hewan yang kemudian darah yang keluar
dikumpulkan dan dibuat makanan/minuman. Oleh karena itulah, Allah mengharamkan
darah pada umat ini. (Lihat Tafsir Ibnu Katsir 3 hal. 23-24).
Oleh karena itu, jangan kita kata yang disebut dalam ayat
ini saja yang diharamkan. Ada lagi hadis Nabi yang mengharamkan memakan
benda-benda lain. Sebagai contoh, ada hadis Nabi yang mengharamkan memakan
binatang yang ada taring. Maka, kita sekiranya kita juga juga perlu hadis untuk
melengkapi penjelasan Al-qur’an yang sifatnya umum. Penjelasan diberikan dalam
Hadis Nabi. Sebagai contoh, Quran menyebut arahan untuk solat, tapi bagaimana
melakukan ibadat solat itu, perlu dirujuk kepada hadis.
أُوحِيَ bermaksud ‘yang diwahyukan kepadaku’ – yang
diwahyukan kepada Nabi Muhammad. Kita ingat bahwa yang diwahyukan kepada Nabi
bukan saja Quran. Hadis yang sampai kepada kita dalam bentuk hukum juga adalah
wahyu dari Allah. Tapi disampaikan dalam lafaz Nabi. Ini penting untuk kita
tahu dalam konteks ayat ini karena ada pengharaman yang ada disebut dalam Quran
dan ada juga yang diharamkan dari hadis Nabi. Bukanlah Nabi bercakap dari
dirinya sendiri tapi Allah juga yang memberitahu Nabi. Banyak yang menolak
hadis, karena mereka tidak faham. Bacalah apa yang Allah sebut dalam Najm:3-4
$tBurß,ÏÜZtÇ`tã#uqolù;$#ÇÌÈ÷bÎ)uqèdwÎ)ÖÓórur4ÓyrqãÇÍÈ
Artinya : Dan
Tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya.Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang
diwahyukan (kepadanya).
Dalam ayat ini, menunjukkan kepada kita bahwa perkataan
dari hadis Nabi tentang agama adalah wahyu dari Allah yang diberikan kepada
Nabi Muhammad juga.Ayat ini mengajar kepada kita, bahwa dalam pengharaman,
mestilah berdasarkan kepada wahyu dan nabi pun ikut wahyu juga.
مُحَرَّمًا عَلَىٰ طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ
sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak
memakannya,
Ayat ini mengajar kita hukum asal makanan adalah halal,
kecuali kalau ada dalil yang mengharamkannya.
إِلَّا أَن يَكُونَ مَيْتَةً
kecuali kalau makanan itu bangkai,
yaitu binatang yang mati sendiri. Seperti kena langgar,
mati karena sakit dan sebagainya. Atau yang kita berjumpa di tengah jalan,
haram untuk dimakan. Sepatutnya kita pun tak hendakmemakannya.
أَوْ دَمًا مَّسْفُوحًا
atau darah yang mengalir
Hanya darah ‘yang mengalir’ saja yang diharamkan. Tapi
darah yang melekat dengan daging, tidaklah haram. yaitu ada darah yang melekat
dengan daging. Kadang-kadang kalau kita makan ayam contohnya, kita perasan ada
darah lagi pada daging itu. Darah itu tidak ada masalah.
Apabila ada darah pada daging, hanya bilaskan dengan air saja.Olehnya itu, kita tidak boleh memakan
darah yang mengalir. yaitu kalau kita sembelih binatang, akan ada darah yang
memancut keluar. Darah itu banyak. Kenapa disebut darah mengalir dalam ayat
ini? Karena, dalam agama lain seperti Kristian, mereka suka makan darah di mana
mereka akan membekukan darah itu dan mereka memakannya. Contohnya, mereka ada
satu makanan yang dinamakan ‘Blood Sausage’. Begitu juga ada bangsa yang suka
meminum darah seperti bangsa asli di Afrika contohnya
أَوْ لَحْمَ خِنزِيرٍ
atau daging babi
Jadi dalam ayat ini jelas mengatakan yang kita tidak
boleh makan daging babi seperti yang kita semua telah tau. Tetapi tidaklah
dalam ayat ini mengharamkan kita menggunakan bahan lain daripada babi itu
seperti kulitya dan juga bulunya. Selalu bulunya digunakan untuk menjadi berus karena adalah sejenis bulu yang berkualitas. Jadi,
kalau kita pakai kasut kulit babi, tidak ada masalah, sebab yang diharamkan
adalah memakan “daging babi”.
Tidak ada dalil yang sah mengatakan yang kulit babi
apabila kita pegang atau tersentuh, perlu disamak atau dibersihkan. Yang jelas
dalam dalil yang sah adalah kalau air liur anjing terkena bekas makanan kita.
Bekas itu yang perlu dibersihkan dengan air dan tanah.
فَإِنَّهُ رِجْسٌ
karena sesungguhnya semua itu kotor
رِجْسٌ bermaksud kotor dari segi intelek dan syariat. Akal
yang sehat pun akan menolaknya. Tiga perkara yang disebut sebelum ini adalah
kotor yaitu bangkai, darah yang mengalir dan daging babi. Sebagai contoh, kalau
pun kita tengok bangkai pun kita tak
suka. Takkan kita sanggup hendak memakan bangkai, bukan?
Ini juga memberitahu kepada kita bahwabenda-benda
kotor tidak boleh dimakan. Janganlah kita sangka hanya tiga benda yang
disebut dalam ayat ini saja yang haram dimakan. Benda-benda lain yang kotor
juga tidak boleh dimakan. Sebagai contoh, ular, tikus, kumbang, dan lain-lain.
Memang ada kaum yang makan benda-benda sebegitu. Macam bangsa Cina, mereka suka
makan ular. KataMereka ada kebaikan
untuk kesehatan pula. Lalu bagaimana dengan ayat ini?
Lihatlah kepada satu hadis
Nabi:
“Lima jenis hewan yang harus dibunuh, baik di tanah haram
maupun di tanah biasa, yaitu : ular, kalajengking, tikus, anjing buas dan
burung rajawali” (HR. Abu Daud) dalam riwayat lain disebutkan juga burung
gagak.
Dalam hadis lain riwayat Ummu Syarik ra.:Bahwa Nabi saw.
menyuruhnya untuk membunuh cicak. Dan dalam hadis Ibnu Abu Syaibah: Dia
menyuruh. (Shahih MuslimNo.4152)
أَوْ فِسْقًا
atau berdosa
Memakannya adalah berdosa perbuatan fasiq. Karena Allah
telah mengharamkannya.
أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ
atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah.
Satu lagi adalah binatang terhendakyang semasa
disembelih, nama selain Allah yang disebut. Atau, jika tiada disebut nama
apa-apa pun. Pakai sembelih begitu saja. Itu pun tidak boleh.
Tapi, kita tidaklah disuruh untuk periksa samada dibaca
atau tidak nama Allah. Tapi, kalau kita tahu yang memang disebut nama selain
Allah, atau tidak dibacakan nama Allah, kita tidak boleh makan daging
sembelihan itu. Kalau yang menyembelihnya itu adalah orang Islam, atau ahli
Kitab, kita boleh makan tanpa periksa
lagi.
فَمَنِ اضْطُرَّ
Barangsiapa yang dalam keadaan terpaksa,
Kadang-kadang mungkin kita terpaksa makan benda-benda
yang diharamkan itu. Terpaksa karena keadaan memaksa. Mungkin kita masuk hutan,
kemudian tersesat, tidak ada makanan dan yang ada hanyalah babi hutan saja.
Ataupun kita dipaksa makan oleh seseorang. Dan kalau kita
tak makan, dia hendakmembunuh kita.
غَيْرَ بَاغٍ
Sedang dia tidak menginginkannya
Ada dua syarat yang perlu dipenuhi kalau seseorang itu
terpaksa memakan makanan yang haram dalam keadaan terdesak. Mulanya, mestilah dalam keadaan terdesak dan
terpaksakalau tak makan, boleh mati. Dan walaupun dalam keadaan terdesak, ada
dua syarat pula.
Pertama, dia tidak ada keinginan untuk memakannya.
Bukanlah dia makan karenahendak makan. Bukanlah juga dia hendak melawan hukum
Allah. Karena ada orang yang memaksa dirinya untuk makan hewan tesebut sangat hendak
makan benda yang haram.
وَلَا عَادٍ
Dan tidak (pula) melampaui batas,
Perkataan عَادٍ dari ع د و yang bermaksud ‘melampau’. Bermaksud tidaklah
dia makan dengan banyak. Memang dibenarkan memakan benda yang haram itu apabila
mereka terpaksa memakannya di dalam keadaan terdesak, tapi jangan makan
lebih-lebih. Bukanlah makan sampai kenyang. Cukup untuk alas perut supaya tidak
mati.
فَإِنَّ رَبَّكَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
Maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang”.
Allah mengampun mereka yang terpaksa memakan makanan yang
haram. Karena Allah sayang kepada hambaNya. Allah tidak mau hambaNya kesusahan.
B. Asbabunnuzul al- an’am ayat 145
Ayat ini diturunkan karena kaum kafir menentang Allah dengan mengharamkan
yang dihalalkan Allah dan menghalalkan yang diharamkan-Nya, maka turunlah ayat
di atas untuk melawan maksud mereka, sehingga seolah-olah Allah mengatakan.
Pada ayat ini Allah memerintahkan kepada
Rasulullah Muhammad saw. supaya mengatakan kepada kaum musyrikin yang telah
membuat-buat peraturan sendiri dan telah berdusta terhadap Allah, yaitu dengan
mengharamkan yang dihalalkan Allah dan menghalalkan yang diharamkan-Nya, maka
turunlah ayat di atas untuk melawan maksud mereka,dan mengatakan kepada
manusia lainnya bahwa dia tidak menemukan dalam wahyu yang diwahyukan kepadanya
sesuatu yang diharamkan oleh Allah memakannya kecuali beberapa hal berikut ini
yaitu:
Ø Binatang yang mati dengan tidak disembelih sesuai dengan peraturan syariat,
di antaranya binatang yang mati sendirinya, binatang yang mati karena tercekik,
terpukul, terjatuh, dan lain-lain sebagainya.
Ø Darah yang mengalir atau yang keluar dari tubuh binatang yang disembelih
atau karena luka, dan sebagainya. Tidak termasuk darah yang tidak mengalir
seperti hati dan limpa. Ketentuan ini ada disebutkan dalam sebuah hadis yang
Artinya: “Dihalalkan untuk kami dua macam
bangkai, yaitu bangkai ikan dan bangkai belalang, dan dihalalkan pula dua macam
darah yaitu hati dan limpa”.
(H.R Hakim dari Ibnu Umar)
Ø Daging babi.
Ø Binatang yang disembelih dengan tidak menyebut nama Allah, seperti
disembelih dengan menyebut nama berhala atau sesembahan lainnya selain Allah.
Tetapi barang siapa yang terpaksa memakan makanan tersebut karena sangat lapar
dan tidak ada makanan yang lain sedang dia tidak menginginkannya dan tidak pula
melampaui batas ia boleh memakannya sekadar untuk menghilangkan laparnya dan
memelihara dirinya dari bahaya kematian. Selain dari makanan yang diharamkan di
atas, di dalam hadis-hadis banyak terdapat berbagai macam binatang yang
dilarang memakannya, seperti yang terdapat dalam hadis yang diriwayatkan dari
Ibnu Abu Syaibah dan Bukhari dari Ibnu Umar bahwa beliau berkata: Dan juga tersebut dalam hadis yang
diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Abu Salabah Al-Khasyani yang Artinya
Rasulullah SAW. Melarang memakan semua binatang yang bertaring dan semua burung
yang bercakar. (H.R Bukhari dan Muslim) Menurut pendapat Jumhur Ulama memakan
makanan yang dilarang oleh Rasul itu adalah haram hukumnya.
C. Pendapat Para Munfasir
Ibnu Mardawih meriwayatkan dari ibnu abbas , dia berkata,
“adalah orang-orang jahilia suka memakan berbagai hal dan tidak memakan makanan
lain karena jijik. Kemudian allah menurunkan kitab dengan nabi berikutnya, dia
mengharamkan makanan yang diharamkannya dan menghalalkan makanan yang
dihalalkannya. makanan yang tidak dihalalkannya adalah halal atau makanan yang
diharamkannya adalah halal. Dan perkara yang dibiarkannya boleh dimakan.
Imam ahmad meriwayatkan dari ibnu abbas dia berkata
“domba saudah binti Zamah Mati. Dia bertanya wahai rasulullah domba betinaku
mati”, beliau bersabda: maka mengapa kalian tidak mengambil kulitnya ? saudah
berkata: apakah kami boleh menghambil kulit bangkai domba? Beliau bersabda
sesungguhnya Allah hanyalah berfirman katakanlah aku tidak menemukan dalam
wahyu yang diturunkan kepadaku sesuatu yang diharamkan bagi orang yang ingin
memakannya, kecuali kalau makanan itu Bangkai, darah yang mengalir dan daging
babi .” kamu tidak boleh memakannya, harus menyamaknya lalu memanfaatkannya”.
Kemudian saudah menyuruh mengguliti domba menyamaknya, lalu dia membuat kantong
air dari kulit itu. (HR. Bukhori dan Nasa’i).
Firman Allah "Barang
siapa yang dalam keadaan terpaksa sedang dia tidak mengiginkannya dan tidak
melampaui batas”barang siapa yang terpaksa memakan sedikit dari makanan yang
diharamkan dari Allah ta’ala maka sesungguhnya tuhanmu maha pengampun lagi maha
penyayang. Penafsiran ayat ini sudah ditemukan dalam penafsiran. QS
al-Baqoroh (173).
Tujuan dari redaksi ayat-ayat itu adalah agar membantah
kaum musyrikin yang membuat bid’ah berupa pengharaman aneka perkara kepada
dirinya sendiri. Dari segimanakah mereka
mengharamkan itu padahal Allah tidak mengharamkannya. Sehingga rasul
menyampaikan keharaman kepada mereka melalui ayat ini.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan ayat ini ada
dua kesimpulan dari mereka. Pertama, hukum asal setiap makanan
itu halal karena ayat ini jelas menyatakan, “Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang
diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya”.
Kedua, yang dikecualikan dari
pernyataan halal sebelumnya artinya menjadi haram adalah empat macam yaitu
bangkai, darah yang mengalir, daging babi, dan binatang yang disembelih atas
nama selain Allah. Jadi ada empat saja yang terlarang. Dalam ayat ini tidak
disebutkan anjing, maka asalnya anjing itu halal.
B. Saran
Kami meyadari dalam pembuatan makal ini belum
lengkap olehnya itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun
guna melengkapi makala yang sederhana ini. Akhir kata kami uacpkan wabillahi
taufik walhidayat wassalamu’allaikum wr... wb...
Daftar Pustaka
diakses pada tanggal 19 April 2015 pukul 23.43
Arrifa’I,
Muhammad Nasib. 1995. Ibnu kastir jilid III, (Jakarta: Gema
insani)
M. Taib Hunsouw, M.Ag,2014, Tafsir Ahkam, Cet. Pertama,
(Yogyakarta: AYNAT PUBLISHING).
iklan adsense disini